떠나가
- opie evani aprilia
- Apr 15, 2020
- 5 min read
Updated: Jun 1, 2020
안녕하세요 여러분 ^^
Salam pembuka dari penulis semoga berkenan di hati, play vidionya, siapkan tissue ya daaan selamat membaca!!!
Lets begin the story~~~
Sudah seminggu Jae Hyun tak melihat kekasihnya Ae Ra. Sudah seminggu pula ponselnya tak pernah aktif. Ia sungguh sangat cemas hingga harus menunggu di depan rumahnya selama tiga hari terakhir. Tak ada pesan yang terbalas, tak ada panggilan yang bisa meraihnya. Namun hatinya teguh untuk tetap menemui kekasihnya. Ia tahu sesuatu terjadi, dan ia harus menemukan sesuatu itu.
Ae Ra hanya tinggal sendiri di sebuah apartment. Tak ada kerabat yang bisa dihubungi. Kedua orang tuanya tinggal di Hadong Gun, dan Jae Hyun hanya menanyakan keberadaannya agar tidak membuat kedua orang tuanya khawatir. Teman? Ae Ra bukan orang yang pandai bergaul. Temannya hanya itu-itu saja. Hanya Sarang yang ia kenal, dan tak banyak yang bisa didapatkan.
Terkadang Jae Hyun merasa sangat frustasi, hatinya sungguh sangat tersiksa menghadapi kenyataan bahwa terjadi sesuatu pada gadis yang akan dinikahinya. Namun sampai dengan hari ke delapan ia sungguh belum mendapat kabar apapun.
“Apa kau sudah menghubungi polisi?” tanya He Joon, senior di kantor Jae Hyun.
“Tentu saja. Tapi tidak dengan orang tuanya”
“Kapan dan dimana kalian bertemu?”
“Delapan hari lalu di Sungai Han.”
“Bagaimana dengan teman kantornya.”
“Manager sudah menganggapnya mengundurkan diri.”
He Joon menarik nafas berat dan cukup panjang. Ia tahu betul rasanya kehilangan. Anak sulungnya hilang dan menghilang karena penculikan. He Joon berusaha maksimal untuk membantu menemukan Ae Ra. Ia yakin Ae Ra ada di suatu tempat.
Jae Hyun masih dalam pencariannya, di hari ke sepuluh ia sudah mengitari hampir setengah dari tempat umum yang bisa dan biasa dikunjungi Ae Ra. Namun nihil, ia tak menemukan apapun.
Sementara di sudut kamar dengan cat krem dan tirai abu, terduduk gadis berusia 28 tahun memandang sangat jauh keluar jendela. Air mata meleleh di kedua pipinya yang kurus. Ia terbalut dengan piyama navy, warna yang sangat ia sukai. Itu Ae Ra.
Benar. Ae Ra yang dikhawatirkan Jae Hyun kekasihnya masih hidup dan baik-baik saja.
“Ae Ra, saatnya makan.” Itu suara ibunya di ambang pintu.
“Terima kasih ibu.” Gadis itu perlahan mengusap air matanya.
Ia tengah menikmati bubur abalone yang dibuat ibunya, kimchi tak lupa tersedia di meja kecil yang dibawa ibunya.
“Ibu maaf.”
“Ibu sudah bosan mendengarnya. Sekarang tidur. Ibu akan ke toko.” Sang ibu beranjak membawa keluar meja kecil yang telah bersih dari makanan.
Ae Ra memang ada di Hadong Gun. Tapi kenapa orang tuanya tak memberi Jae Hyun. Apakah pernikahan yang sudah direncanakan tidak direstui, atau ada orang ketiga yang membuat Ae Ra mundur dan menghindari Jae Hyun.
“Kau baik-baik saja?” suara Sarang terdengar di seberang telpon.
“Mm.”
“Bagaimana keadaanmu sekarang?”
“Aku rasa aku membaik.”
“Haruskah aku memberi tahu Jae Hyun.”
“Apa dia masih mencariku?”
“Tentu saja Ae Ra. Kau pergi tanpa pesan, tentu saja ia mencarimu seperti orang gila.”
“Kau harus menghentikannya. Paksa ia untuk berheti.”
“Tak akan. Tak akan pernah bisa.”
“Sarang…”
“Berhenti membuatku melakukan sesuatu yang tidak mungkin. Jae Hyun sangat mencintaimu dan dia hampir gila karena kau hilang. Aku akan menutup telponnya.”
Sambungan telpon mereka terputus. Sarang sungguh tahu keberadaan Ae Ra, namun ia juga turut menutupi keberadaannya. Ia hanya bisa menanyakan keadaan Ae Ra melalui telpon ayah Ae Ra. Ia juga belulm bisa menyusul Ae Ra ke Hadong Gun karena permintaan Ae Ra, hal itu akan membuat Jae Hyun curiga dan menyusulnya ke Hadong Gun.
Setelah menerima telpon dari Sarang, Ae Ra keluar dari rumahnya. Ia ingin menghirup udara pedesaan yang masih segar terasa, tanpa ada gedung-gedung dan polusi.
“Apa yang kau lakukan disini Ae Ra? Seharusnya kau tetap di rumah dan beristirahat.” Ayah Ae Ra baru saja kembali dari ladang yang mereka miliki.
“Aku ingin disini sebentar ayah. Aku akan segera masuk, ayah masuklah dulu.”
“Baiklah. Kau harus segera masuk sebelum angin dingin datang.”
“Baik ayah.”
Sekali lagi Ae Ra memandang sekeliling, ia melihat pemandangan yang indah untuk diihat. Ia benar-benar tinggal di desa dengan halaman yang masih luas. Pandangannya menyebar menelusuri daun-daun yang mulai gugur dari dahannya. Pemandangan yang sangat ia sukai sedari kecil.
Ibunya juga sudah kembali dari toko saat Ae Ra masih duduk di depan rumahnya. Ia duduk di samping putrinya yang semakin memucat wajahnya.
“Ae Ra… tak inginkah kau memberi tahu Jae Hyun. Dia pasti sangat mencemaskanmu.” Entah sudah yang ke berapa kalinya ibu Ae Ra membujuk putri semata wayangnya.
Tapi yang diajak bicara malah berurai air mata.
“Ibuuu….”
“Berhenti menangis. Jae Hyun harus tau keadaanmu.”
“Jae Hyun harus sudah terbiasa hidup tanpaku ibu.”
“Tapi cara yang kau lakukan salah Ae Ra. Lebih baik kau mengatakannya, ibu akan menelponnya.” Ibu Ae Ra beranjak.
“Ibu… tolong telpon Jae Hyun dan minta ia kemari hari ini” Ae Ra meraih tangan ibunya.
“Baiklah.” Ibu Ae Ra mulai melangkahkan kaki dan masuk untuk melakukan permintaan putrinya.
Ae Ra masih memandangi daun yang gugur hingga penglihatannya mulai memudar dan gelap.
“Ae Ra… Ae Ra… Ae Ra…”
Ae Ra. Nama itu terus menggema di udara saat ayah dan ibu dari sang pemilik nama menemukan putrinya tak berdaya terkapar diatas dipan di halaman rumah mereka. Namun yang dipanggil sudah tak lagi sadar dan terlelap dalam tidur selamanya.
Ae Ra meninggal. Ia pergi sebelum Jae Hyun dappat mengatakan selamat tinggal untuk yang terakhir kali, begitupun dengan Sarang. Ae Ra sudah tak bernyawa saat Jae Hyun, Sarang dan He Joon tiba di Hadong Gun, kampung halamannya.
“Kenapa ibu berbohong saat aku sedang kalut mencari Ae Ra.” Jae Hyun menangis sejadi-jadinya dan sungguh bertanya-tanya mengapa Ae Ra menyembunyikan dirinya sendiri.
“Ini keinginan Ae Ra. Begitupun dengan ini, Ae Ra ingin aku memberikannya padamu.” Ayah Ae Ra datang dan menenangkan bersama sepucuk surat di tangannya.
Seoul 15 April 2019
Jae Hyun ku tersayang. Saat surat ini ada ditanganmu, itu artinya aku sudah tidak ada lagi di bumi dan kau harus benar-benar merelakanku. Jangan terlalu lama untuk bersedih, selalu ada pengganti untuk sesuatu yang pergi.
Oppa, terima kasih untuk 4 tahun yang telah berlalu diantara kita. Aku sangat bahagia saat bersamamu meski terkadang kau menjadi sangat emosi saat aku pulang dalam keadaan mabuk. Terima kasih telah mempercayakan hatimu padaku dan merencanakan pernikahan yang selalu aku idamkan. Hanya saja kau harus menjalani sisa hidupmu dengan yang lain, berjuanglah.
Aku tak akan pernah melupakan sosok pahlawan saat pertama kali aku datang ke ibukota. Gadis desa ini akhirnya bisa beradaptasi meski tak memiliki banyak teman. Terima kasih sudah selalu ada untukku. Kini kau tak perlu lagi menjagaku, aku sudah beristirahat dengan sangat tenang.
Aku sudah sakit selama satu tahu terakhir, kau tau saat itu aku sering sesak nafas dan kau sangat khawatir. Itulah awalnya. Tapi aku berusaha mengabaikannya dan tak pernah memberitahumu. Rasa khawatirmu akan melebihi tingginya gunung Baekdu, dan aku berterima kasih untuk itu. Aku sangat menyayangimu.
Jangan pernah merasa bersalah atas apa yang terjadi padaku. Hiduplah dengan tenang dan bahagia. Kau sangat tau meski gempa dan tsunami datang, roda perekonomian harus tetap berjalan. Begitulah dirimu, tetaplah hidup dengan bahagia meski aku tak ada. Aku yakin sarjana ekonomi terbaik ini sangat paham dengan kondisi ini.
Bukan tak sakit hatiku harus meninggalkanmu, namun inilah akhirnya. Kuharap luka dihatimu akan segera sembuh tanpa memerdulikan aku lagi.
Kurasa tak ada lagi yang harus aku sampaikan. Ambilah kunci apartment ku di dalam pot bunga mawar yang kau berikan. Ambilah yang ingin kau ambil, Sarang akan mengambil sisanya dan mengirimnya ke tempat terakhirku beristirahat.
Aku sangat sangat sangat mencintaimu. Ingatlah… hiduplah dengan bahagia.
Yang kau cintai dan mencintaimu,
Ae Ra Choi
Jae Hyun sudah tak bisa berkata-kata lagi dan menangis semakin menjadi. Cintanya pergi untuk selamanya. Masa depan yang ia impikan runtuh seketika, ia terus menangis hingga Ae Ra disemayamkan.
Beberapa hari berlalu setelah pemakaman, Jae Hyun sudah berani untuk memasuki kamar penuh kenangan bersama kekasihnya, Ae Ra. Ia menelusuri seluruh kamar, memandangnya, memegangnya, dan… menangis.
Jae Hyun menemukan dokumen kesehatan Ae Ra, ia telah menderita selama setahun karena Infeksi saluran pernafasan bawah. Ia meremas berkas itu dan mengangis lagi. Andai ia tahu lebih awal, mungkin ia bisa mencegah kepergian Ae Ra untuk beberapa tahun. Namun tak ada yang bisa melawan takdir. Semua terjadi atas kehendak langit.
Terima kasih yang sangat banyak kepada para pembaca.
Jangan lupa like, share dan comment ya
コメント